Larangan ponsel di sekolah Quebec tidak akan menyelesaikan tantangan penggunaan teknologi keluarga

Larangan ponsel di sekolah Quebec tidak akan menyelesaikan tantangan penggunaan teknologi keluarga

Musim kembali ke sekolah ini, siswa-siswa Quebec sedang menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan besar: ponsel kini dilarang sepenuhnya di sekolah dasar dan menengah. Percakapan ini, meskipun kontroversial, bukanlah hal baru, dan bukan hanya terjadi di Quebec.

Dengan berbagai kisah, mulai dari bunuh diri remaja hingga tuduhan pelecehan anak di Roblox setelah percakapan dengan ChatGPT, para pembuat kebijakan di seluruh dunia menanggapi kekhawatiran yang semakin meningkat tentang dampak teknologi digital terhadap kaum muda.

Namun, sebagai peneliti penggunaan teknologi sehari-hari, kami berpendapat bahwa pelarangan teknologi begitu saja mengabaikan tantangan utama yang dihadapi keluarga: Setelah anak-anak pulang ke rumah, orang tua harus mengelola percakapan terkait teknologi secara mandiri. Namun, karena sebagian besar aktivitas daring anak-anak disembunyikan, menetapkan batasan dan menjaga komunikasi terbuka bisa jadi sulit.

Orang tua membutuhkan literasi digital
Menurut lembaga pemikir yang berbasis di Prancis, l’Observatoire de la parentalité et de l’éducation numérique, 53% orang tua percaya bahwa mereka kurang mendapat dukungan dalam hal pendidikan digital anak-anak mereka.

Penelitian kami menunjukkan bahwa masalahnya bukan hanya pada waktu bermain gawai, tetapi juga pada ketidaktampakan aktivitas anak-anak yang memicu konflik rumah tangga.

Misalnya, seorang remaja yang kami wawancarai menggunakan gim untuk tetap berhubungan dengan teman-temannya, tetapi ibunya menganggapnya sebagai cara untuk mengisolasi diri. Percakapan sederhana dapat mengurangi stres, tetapi stigma seputar gim membuatnya semakin sulit.

Kesalahpahaman ini memperlebar kesenjangan literasi digital antara orang tua dan anak.

Berpikir di Luar Waktu Bermain Gawai
Waktu bermain gawai saja tidak banyak memberi tahu kita tentang aktivitas daring anak muda. Beberapa studi mengaitkan penggunaan moderat sekitar satu jam sehari — alih-alih tidak sama sekali — dengan penurunan tingkat depresi, dan menunjukkan bahwa platform digital dapat mendorong persahabatan yang lebih beragam dan inklusif daripada persahabatan luring. Konteks penting: apa yang dilakukan anak-anak, dengan siapa, dan dalam situasi apa.

Berfokus pada gim, studi kami mengeksplorasi bagaimana keluarga mengalami teknologi di rumah.

Kami menemukan bahwa orang tua tidak hanya khawatir tentang gim — yang sering dianggap mengisolasi dan tidak produktif — tetapi juga bagaimana gim mengganggu rutinitas sehari-hari. Seorang anak yang menolak meninggalkan permainan untuk makan malam adalah contohnya. Karena teknologi dirancang untuk menyerap pengguna, dampaknya terhadap orang lain di rumah seringkali terabaikan.

Tantangan Ketidaktampakan
Perjuangan ini diperparah oleh ketidaktampakan aktivitas daring. Melihat seorang anak di layar tidak memberikan wawasan tentang apakah mereka sedang menjalin ikatan dengan teman, berdebat dengan orang asing, atau menghadapi masalah.

Kami menemukan bahwa ambiguitas ini mempersulit negosiasi rumah tangga.

Orang tua tentu saja menetapkan batasan: “satu jam bermain game”, “dilarang ponsel setelah jam 9 malam”, tetapi tanpa pemahaman tentang dinamika permainan, aturan-aturan ini dapat terasa sewenang-wenang dan tidak adil bagi remaja.

Dalam studi kami, para pemain sering terjebak di antara tuntutan yang saling bertentangan: berhenti di tengah sesi dapat berarti penalti atau mengecewakan rekan satu tim, sementara tetap daring berbenturan dengan harapan keluarga, seperti datang untuk makan malam. Bentrokan ini menyebabkan kurangnya rasa hormat kepada orang tua dan kesalahpahaman bagi anak-anak.

Mengapa pembatasan tidak efektif
Dari perspektif kebijakan, pelarangan perangkat di ruang kelas dapat mengurangi gangguan, tetapi tidak banyak membantu keluarga mengelola penggunaan teknologi di rumah, di mana ketegangan dapat dengan cepat muncul kembali.

Bukti dari luar negeri menunjukkan bahwa pembatasan jarang mengatasi masalah yang lebih mendalam.

Misalnya, di Australia, di mana beberapa negara bagian melarang ponsel di sekolah, para peneliti memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut mungkin tidak sepenuhnya menggantikan upaya literasi digital yang lebih luas.

Mempromosikan literasi dan dialog
Jika kita ingin mendukung keluarga, kita perlu lebih memahami aspek-aspek tersembunyi dari kehidupan digital. Ini berarti membantu orang tua mengembangkan literasi untuk mengajukan pertanyaan yang terinformasi, memahami konteks penggunaan, dan menegosiasikan aturan yang wajar.

Ponsel dan konsol gim sering diperlakukan sebagai perangkat pribadi yang membuat orang tua bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di balik layar. Dialog memang membantu, tetapi orang tua membutuhkan sistem pendukung yang spesifik.

Misalnya, di Quebec, Videotron telah bermitra dengan CIEL untuk menyediakan alat yang membantu keluarga mendiskusikan dan mengelola penggunaan ponsel.

Dalam studi kami tentang gamer kompetitif, kami menemukan bahwa inisiatif semacam itu menunjukkan bagaimana mediator dapat bertindak sebagai pelatih: membimbing remaja dan orang dewasa menuju praktik teknologi yang lebih sehat dan seimbang. Alih-alih membiarkan keluarga melakukan ini sendirian atau hanya bergantung pada batasan sekolah, dukungan terstruktur dapat membuat sisi teknologi yang tak terlihat lebih mudah dikelola.

Ini juga berarti menyadari bahwa penggunaan teknologi jarang sekali dilakukan sendirian. Seorang anak yang bermain game terhubung dengan teman sebayanya; seorang remaja yang menjelajahi media sosial sedang menghadapi tekanan sosial yang kompleks. Dengan mengakui koneksi ini, orang tua dapat beralih dari batasan waktu layar ke percakapan tentang keamanan dan keseimbangan.

Penelitian kami menunjukkan bahwa ketika keluarga dapat berbicara secara terbuka tentang kehidupan daring mereka, meskipun orang tua tidak sepenuhnya memahami platform tersebut, stres berkurang dan aturan lebih mudah diikuti.

Ke mana arah kita selanjutnya?

Teknologi akan selalu berkembang lebih cepat daripada kebijakan. Dan meskipun pembatasan mungkin memberikan kelegaan jangka pendek, pembatasan tersebut tidak dapat menggantikan dialog terbuka, literasi digital, dan pemahaman yang sabar di rumah.

Menjelang tahun ajaran baru, tantangan sebenarnya bukan hanya memutuskan apakah ponsel boleh dibawa ke kelas atau tidak.

Melainkan menemukan cara nyata untuk mendukung keluarga dalam menavigasi dunia digital di mana begitu banyak hal masih tersembunyi.